menyiasati kepedihan
Sebagian mengatakan Indonesia berjalan menuju kemajuan dan kebesarannya, sebagian lainnya mengatakan sedang menuju kehancuran,
Sebagian mengatakan bahwa hidup itu tidak mudah, sebagian lainnya mengatakan bahwa hidup itu mudah saja.
Sebagian mengatakan bahwa hidup adalah bertualang/berjuang, sebagian lainnya mengatakan bahwa hidup adalah pilihan, karenanya kita boleh memilih,
Sebagian mengatakan bahwa pada dasarnya semua orang baik, sebagian lainnya berpesan “hati-hati dan waspadalah”,
Sebagian mengatakan bahwa sekolah dan bergelar itu penting, sebagian lainnya mengatakan berguna jauh lebih penting,
Sebagian mengatakan gantungkan cita-citamu setinggi langit, sebagian lainnya mengatakan jangan terlalu tinggi bercita-cita, realistislah…
Sebagian mengatakan ajarannya adalah benar, sebagian lain mengatakan ajarannyalah yang paling benar,
Sebagian mengatakan hidupnya penuh kelimpahan, sebagian lainnya merasa serba kekurangan,
Sebagian mengaku mendapat kebahagiaan, sebagian lainnya merasa selalu dalam percobaan,
LALU…
Pada bahagian mana aku berpihak?
Pada bahagian bahwa hidup boleh memilih.
Memilih berjuang atau malas, tidak hendak berjuang. Memilih berbahagia atau tenggelam dalam ketidakbahagiaan. Aku memilih yang mudah, sederhana dan bahagia.
MUNGKIN ada yang berkata..,
“Tidak bisa! Kamu tidak bisa memilih hanya sesuatu yang membahagiakan saja! Kamu harus menikmati duka dan deritamu…sebab dalam HIDUP ITU, ada siang ada malam, ada hitam ada putih, ada gelap ada terang, ada kebahagiaan ada kepedihan…”
“Hmm…Aku gemar ‘bermain-main’ dengan rasaku, gemar bermain uji coba. Uji coba cara mengubah ketidakbahagiaan menjadi kebahagiaan.”
“Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa kamu tersenyum bahagia, sementara hatimu terluka dan tidak bahagia?”
“Mungkin saja… Bahkan sangat mungkin! Aku menggemari “pilihan permainanku”. Bila datang kepedihanku, aku datang berlari kepada Tuhanku. Aku tahu dimana IA menungguku. Aku tahu dimana IA selalu setia mengikuti perkembangan kehidupanku. Kapanpun aku dinugerahi kesedihan. Kuletakkan saja telapak tangan kananku pada dada kiriku, lalu kutundukkan pandanganku. Kumenundukkan wajahku di hadapanNya, sebab keadaan dosaku, kelemahanku dan ketidakberdayaanku, membuatku merasa sangat malu terhadapNya. Aku malu, tidak berani menantang IA. Hingga mataku tak pernah kuasa dan sanggup menatap MataNya. Aku berbincang denganNya hanya dengan menundukkan wajahku, pandanganku, hatiku, jiwaku, ragaku dan pikiranku. Aku mengakui keadaan dosaku, kelemahanku dan ketidakberdayaanku, lalu kubiarkan IA membimbing hatiku hingga kelopak mataku tergenang air mata dan menangis dalam kasihNya yang tertinggi. Dan pada saat itulah, dengan bantuanNya aku sanggup mengubah keadaanku yang sedang tidak bahagia menjadi harus tersenyum penuh syukur. Sebab aku diyakinkanNya, bahwa bahagiaku tidak lama lagi, pasti datang. Siapa yang tidak bahagia bila dikabarkan akan datang kepadanya sebuah kebahagiaan?”
Ini bukan kata-kataku. Ini kata-kataNya. Ini janji dalam firmanNya. Ini ayat-ayatNya. Bacalah…
Fa bi ayyi ‘ala i rabbikuma tukadziban (nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”)—-(diulang-ulang terus menerus dalam QS 55)
“Fa ‘inna ma’al usri yusra, inna maal usri yusro” (Sesungguhnya dibalik kesulitan, ada kemudahan. Dibalik kesulitan, ada kemudahan)—-(QS 94: 5-6)
Masih perlukah diragui?
Kurasa, tidak. Maka, kapanpun keadaan hatimu pedih dan bersedih. Cobalah belajar berterimakasih dan tersenyumlah…
Bersiap-siaplah…dan siapkan seluruh keadaan hatimu, sebab kebahagiaan dan kemudahanmu, akan dihadirkan untukmu. IA sendiri yang menghadirkannya…bukan siapamu yang lain…
Itu bukan kata-kataku. Itu kata-kataNya. Itu janji dalam firmanNya. Itu ayat-ayatNya yang dirimu harus sanggup untuk mengerti maknanya…
“Fa bi ayyi ‘ala i rabbikuma tukadziban”,
“Fa ‘inna ma’al usri yusra, inna maal usri yusro”
Terima kasih sudah membaca. Terima kasih Allah SWT. Terima kasih pada semua kepedihan yang telah menginspirasi. Salam bahagia dan terus berkarya!
Komentar